dua dewa

pertama kali menginjakkan kaki di kota ini, saya terhenyak. cuma ada dua dewa yang diakui di tempat ini. kondusifitas dan kapital. dan cuma satu pekerjaan yang diakui di tempat ini. pekerja tambang (entah migas atau batubara). 

mata para ibu bapak akan berbinar jika melihat putranya atau menantu lelakinya mengenakan seragam tambang dengan garis orange atau perak di punggung, penanda mereka punya punggung :p Kebanggaan yang sama atau lebih mirip keangkuhan juga terlihat saat mereka mengendarai kendaraan2 buatan amerika berbentuk setengah truk itu di jalan2 kota. ah, bawa truk aja bangga!

dan di penghujung waktu ketika saya berniat meninggalkan kota ini, saya menuding sekeliling sayalah yang sebenarnya membuat saya panik. mereka terus bertanya: setelah di sini, akan kemana? kerja apa? apakah di tempat baru saya akan lebih baik? apakah gajinya lebih tinggi? bagaimana memulai sesuatu di tempat baru setelah 6 tahun terbiasa dengan ‘suasana sini’? apakah sudah dipertimbangkan baik-baik keputusan itu? dll, dsb.

update:

saya capek!

sesungguhnya saya tersudut dengan pertanyaan2 itu. apakah hanya dengan menjadi SIAPA maka saya DIANGGAP ADA? kepanikan itu sampe terbawa2 dalam mimpi buruk dan mendatangkan tangis di subuh hari. saya mimpi tak seorang pun dari keluarga besar saya yang mau menegur saya hanya karena saya resign. di mimpi itu saya satu2nya anggota keluarga yang tak dianggap dan tak bisa membanggakan.

saya ingin sekali berteriak bahwa saya memang sedang ga ingin jadi apa-apa dan siapa-siapa sekarang ini.

 

* entah ada hubungannya atau tidak, saya menulis postingan ini karena terinspirasi dari postingan di blog dee: Perubahan tak pernah terjadi oleh hal lain di luar kita, meski faktor eksternal bisa jadi pemicunya. Yang mampu menggerakkan perubahan sejati hanyalah kita sendiri.

juga dari kata2 yang pernah diucapkan puput: Mbak, perhatiin si vokalisnya Ungu kalo nyanyi. Tangan satu nunjuk2, tangan satunya nepuk dada. Itu tingkah pola sebagian dari kita, menuding orang lain dan menyanjung diri sendiri. Pret!

10 thoughts on “dua dewa

  1. Juminten berkata:

    wah, kata2nya dee dalem banget, ya? 😀
    dia tuh emang paling pinter deh bikin kata2…
    *merasa sering terserntuh dgn kata2nya*

    nyambung kok dgn isi postingannya, mbak.
    hihihihi… 😛

  2. dadan berkata:

    hihi 😀 menohok
    singkat, padat, dan nendang abis isi postingannya.
    makasih atas remindernya, menjewer dengan akurat..

  3. dadan berkata:

    *baca updatenya*
    melawan paradigma main stream selalu berpotensi dianggap rebellion. tapi itu perlu
    setelah rebellion, sisanya adalah pembuktian.. 😀
    maka jadilah revolusi mu menjadi bermutu (dijamin dah, ntar semua pada diem)

  4. gagahput3ra berkata:

    Biasa Yat orang lain kadang memukul rata cara pandangnya ke semua masalah, tapi bener banget kata mbak Dewi….cara pandang kita sndiri yg nentuin

    *halah kok jd ngulang komen* 🙂

    Btw, denger deskripsi kotanya gw jd inget Tanjung Enim. 😉

  5. sapi FM2 berkata:

    aku penggemar puput

  6. ipied berkata:

    hem… terus berjalan , jangan ragu, gak peduli kata orang.. kan kita yang menjalani….. tenang…… dirimu gak sendiri kok… 😉

  7. mayssari berkata:

    You better do nothing and enjoy than do something that u don’t enjoy

    kamu ada karena anggapanmus endiri, bukan siapapun

    GO GIRLS… and Live within…

    HUG

  8. tito berkata:

    be yourself. Tutup telinga kalau duniamu cerewet

  9. puputpuputpuput berkata:

    yes, agree with mas tito. be yourself if what u think is the best.
    mas sapi : saya lah penggemar anda

  10. MenoTimika berkata:

    hidup itu pilihan ….

Tinggalkan komentar