petasan

Saya lelah sekali. Hampir dua minggu ini emosi saya meletup2 tak terkendali. Seperti petasan. Baca berita menyebalkan, emosi. Liat pengamen cilik yang pinter nyanyi, nangis. Dicuekin dikit, ngambek. Ngobrol sama adek atau kakak tapi merasa nggak sejalan, marah. Kelelahan dan merasa sendirian, ngamuk.

Ini buruk sekali. Ga kenal waktu dan tempat. Saya nangis di stasiun, di jalan, di bis, di kamar mandi, bahkan di rumah ‘dia’. Saya meledak saat bicara dengan adek, kakak, teman, dan ‘dia’. Bahkan saat nonton tivi.

Saya bener2 bingung ada apa dengan tubuh dan jiwa saya. Terpikir juga apa karena pms? Dulu pas sakit saya lagi parah2nya gini juga, emosi tak menentu. Tapi harusnya tanggal segini udah lewat masanya. Atau jangan2 tekanan darah tinggi? Tapi akhir2 ini saya justru males makan dan lebih banyak minum jus buah. Saya bahkan mencari2, adakah tanaman atau benda di sekeliling saya yang mengeluarkan hawa panas dan mempengaruhi emosi? Ah, bingung sendiri jadinya. Errr…sakit kepala saya juga makin sering kumat. Saya mengobatinya dengan keramas jam berapapun, untuk mendinginkan kepala.
Tapi emosi ini tetap meletup. Seperti petasan. Saya lelah.

super galau

Kadang saya merasa telah berlaku begitu bodoh. Saya sibuk membela, sibuk mendekatkan diri, sibuk mengakrabkan diri, dengan orang-orang yang sebenernya ga pernah berniat berteman atau menganggap saya teman, atau bahkan ga berniat mengenal saya.

Saya terlalu sering iba, gampang kasian, sok ingin melindungi orang lain yang saya anggap patut dijaga, diperhatikan, disayangi. Padahal mereka bukan orang semacam itu. Lagi2 saya terlalu naif dalam banyak hal.

Parahnya, saya kadang mengabaikan orang2 yang tulus ingin berteman dengan saya hanya karena saya enggan repot atau sedang malas bergaul.

Saya sudah coba meninjau ulang pikiran ini. Jangan2 ini hanya rasa sentimentil saya. Jangan2 saya memang ga pernah tulus. Jangan2 justru saya terlalu menuntut pengakuan dari mereka2. Tapi makin mikir begini, makin ciut rasa percaya diri saya.

Jadi, secara egois saya tetap pada kesimpulan awal, bahwa mereka memang ga berniat berteman dengan saya (mungkin karena ga merasa seide, selevel, dan segala macam). Jadi, saya harus berhenti ngemis2 untuk dapat pengakuan sebagai temen.

*ditulis jam 17.40 saat super galau campur bodoh campur sedikit gila. sebaiknya saya tidur dulu sebelum meledak*

tumbuh bersama

Kawat maya, Bandara

Atap rumah, kembang api, 1 Januari

Semarang, Bandung, Rawa Buntu

 

Banyak yang sudah dilewati

Banyak yang akan dilewati

 

Namun seperti bunga yang tumbuh di tembok

kita akan tumbuh bersama

 

 

:: Met ultah, tembem ::

 

Kamu… tak banyak kata yang dapat kuberi. Hanya ‘terima kasih’ dan ‘love u’

Ke Serpong

Dua lelaki di balik kaca terlihat cuek saat seorang perempuan clingak clinguk di depan lubang loket. Merasa tak diacuhkan, si perempuan mengulurkan selembar duit lima puluhan ribu. Si lelaki yang duduk di balik meja menoleh sebentar. Lalu;

“Beli tiketnya di sono,” katanya sambil nunjuk dengan mulut dimonyongin.

“Lho katanya di sini,” si perempuan membalas dengan suara tak kalah tinggi.

“Emang lo mau kemana?”

“Serpong!”

“Belom buka!”

“Bilang dong dari tadi.”

Percakapan itu diwarnai peregangan pada urat leher. Dua2nya bersuara tinggi. Bukan percakapan, tapi saling balas teriakan. Setelahnya saya menggerutu, “huh, dia ga tau saya belom makan dari pagi.” Ya, perempuan yang membalas teriakan petugas yang sama sekali ga simpatik itu, saya!

Saya (tepatnya kami, karena jalan berdua) bertemu petugas yang bikin emosi jiwa itu di stasiun Kebayoran Lama. Tak ada keramahan di wajah mereka. Udah gitu, loket untuk tiket KRL ekonomi AC baru buka ketika waktunya mepet. Kereta berangkat jam 10.14, loketnya dibuka jam 10. Kalo melihat gaya mereka, sama sekali ga menjamin bakal melayani dengan cepat. Kecuali keretanya telat.

Mengapa saya terdampar di sana pada minggu pagi lalu? Saya berniat jalan2 ke BSD, bertemu sepupu, bertemu orang ini, dan orang ini, yang udah lama banget kayaknya ga ketemu.

Jadi demikianlah,saya pun antre tanpa kepastian kapan akan dibuka loketnya. Akhirnya dapet tiket setelah ada pengumuman kereta sudah berada entah di stasiun mana. Lalu saya masuk tempat nunggu, di pinggiir rel. Mencari2 tempat duduk. Dapetnya di sela seorang pria yang menghadap ke belakang dan seorang wanita yang menghadap ke depan (rel).

Belum lama duduk, datang perempuan dengan tatapan menindas, bicara banget, seolah bilang: “eh itu tadi tempat gw yang gw tinggal bentar. Laki yang deket lo itu buktinya. Dia laki gw. Minggir lo.” Jadi saya dengan patuh meninggalkan tempat duduk itu dan si perempuan kembali ke tempatnya, tetap dengan tatapan yang sama, penuh kemenangan. Ah, serba ga enak pagi itu (kecuali karena saya bersama orang istimewa :p)

Lalu tadi di kantor saya ceritakan ke temen saya, komuter, yang bolak balik ngantor naik kereta. Mendengar kekesalan saya, dia bilang, “Emang tuh, mereka harus dididik.Sama sekali ga ramah, judes, jutek semua.” Dan teman kantorku itu cerita, sepertinya sepanjang jalur ke Serpong emang jutek semua. di stasiun Pondok Ranji, petugas sampai harus memasang tulisan di bawah pengumuman di depan loket, “JANGAN TANYA LAGI YA!”

Ya ampun!?!? Kasian sekali orang yang mungkin baru pertama naik kereta, atau orang yang baru pertama nginjek stasiun itu. Lagian, kalo keretanya selalu tepat waktu, orang ga akan bertanya dan patuh pada jadwal. Kalo keeretanya telat mulu dan kita dilarang nanya trus tau2 ketinggalan, gimana? Kasian banget sih pengguna angkutan umum kayak saya ini.

bangunkan saya!

Sudah terlalu lama saya meninggalkan blog ini. Tuh, sarang laba-laba di mana-mana. Sebenernya bukan cuma blog ini yang saya tinggalkan. Dunia online dan segala jejaringannya mulai membuat saya males, justru ketika saya kembali ke pekerjaan lama, berkutat di portal berita.

Saya juga udah ga nge-plurk. Padahal dulu saya merasa saya menemukan banyak kawan di sana. Saya juga sudah ga aktif di forum2 diskusi web 2.0. Ini sih malah udah lebih duluan, udah lebih setahun. Blogwalking juga udah ga pernah. Entahlah, mungkin saya emang lagi males semales-malesnya.

Dan parahnya, saya tidak merasa kehilangan sesuatu. Mungkin ini sudah masuk ke level berbahaya, kehilangan minat :p Tak ada pula hasrat untuk menulis lagi. Nulis dongeng2 anak yang sudah saya mulai, kini terlupakan. Ini menyedihkan sebenernya.

Pernah ada rasa berdosa menyia2kan ilmu yang saya dapat selama bertahun-tahun ini karena berhenti menulis. Menebus rasa bersalah itu, saya pun lalu mengganti avatar yang bertuliskan: Menulis adalah perLAWANan. Tapi hasrat itu tak juga kembali. Saya sakit kali, ya?

Sementara satu persatu orang lain muncul dengan karyanya. Saya pun berkenalan dengan beberapa penulis –sesuatu yang saya impikan dari dulu agar saya bisa mencuri ilmu dari mereka. Tapi tak sekalipun saya tergugah lagi. Sampai suatu pagi, saya liat promo bukunya si mbak ini. Dan tadi pagi dapet undangan peluncuran novel baru lagi. Dan saya jadi panik sendiri. Kenapa saya kehilangan PASSION seperti ini?

Tadi sempat terlintas, ah, sepertinya ini hanya pengulangan-pengulangan saja. Saat perpindahan/perubahan pekerjaan, atau akhir tahun, atau setelah agenda besar yang saya terlibat di dalamnya seperti Pesta Blogger kemarin, saya akan mengalami banyak dejavu seperti ini. Tapi lama- lama rasanya hampa juga…. Jangan2 bukan soal PASSION akar masalahnya. Tapi, trus apa?

Help, bangunkan saya!