di sini, bersamamu

“Ma kasih ya.”

“Buat…?

Ma kasih karena kamu di sini.”

Saya masih bertanya. Bukan tak mengerti, hanya ingin lebih memperjelas maksud. Dan kamu mengulanginya lagi dan lagi. “Ma kasih, kamu udah di sini”.

Saya tercekat. Diam. Tak kuasa membuka mulut untuk sekedar bilang, “sama-sama”. Bodohnya, mata saya basah lagi. Hanya satu kalimat itu. Tapi tak bisa saya lukiskan dengan tepat perasaan apa yang saya alami saat kau mengucapkannya.

Mungkin segala resah, lelah, gelisah, sakit, sedih, gembira, sesak, lega, yang saya lalui lebih dua bulan ini, bermuara pada satu kalimat itu.

Ah, saya makin tak pandai menguntai kata. Makin kaku melukis dengan aksara, jika meminjam istilahmu. Saya kini lebih menyukai diam. Menatapmu, lalu meresapi dalam-dalam hadirmu di depan mata. Seperti membalaskan dendam kepada 814 keping senja yang kita lalui di ujung telepon. Hingga katamu, meski duduk berhadapan muka, kau kerap latah mengucap “halo” untuk memecah diamku.

“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu. Juga seluruh semesta akan bekerjasama mewujudkannya”.

Errr….entahlah, saya tak begitu ingat dari mana kalimat ini berasal. Mungkin Edensor atau The Alchemist, 5 cm, perpaduan ketiganya, atau bukan tiga-tiganya, saya tak pasti. Tapi sepertinya saya mengalami kekuatan kalimat itu. Rasanya tak ada sesuatu yang dengan sengaja saya lakukan untuk melewati semuanya lalu kita tiba pada hari ini, di sini, saat kau mengucapkan terima kasih-mu. Saya hanya mimpi, tepatnya termimpi-mimpi, lalu semuanya terjadi. Tapi konon, tak ada kebetulan di dunia ini.

Well, saya udah di sini. Kamu, salah satu alasan saya ada di sini. Masih terlalu banyak yang harus kita hadapi. Sebongkah batu besar justru menghadang. Tapi kita selalu bersama kan?

Jangan bicara

Jangan bicara padaku tentang kesepian bila kau tak pernah hidup dalam belantara senyap yang tak satu pun mahluk mengenalmu.
Jangan bicara tentang rasa rindu padaku jika tak pernah kau arungi lautan untuk menemui orang yang kau kasihi sepenuh jiwa.
Jangan bicara tentang pengorbanan padaku jika ujung kukumu pun tak kau biarkan tersentuh oleh dia yang membiarkan darahnya tumpah dalam kesakitan.
Jangan bicara tentang kehilangan padaku jika kau tak pernah tahu rasanya ditinggalkan saat mulai menyadari sebuah kehadiran.
Cukuplah. Jangan bicara apa-apa lagi…

banyak cerita

Hai semua…
ma kasih buat yang masih berkunjung ke blog ini. Sebulan penuh ga ada update. Jangan heran jika masuk ke blog ini yang anda temukan hanya sarang laba-laba, jelaga, debu yang kian tebal, bahkan mungkin kecoa.

Banyak yang terjadi sejak posting terakhir februari lalu. Tapi tak sempat dituliskan di sini. Yang jelas, saya udah pindah tempat. Pindah kantor, pindah kota. Pindah hati? Oh, nggak lah :p

Resminya, 25 Maret kemarin saya mulai ngantor di selatan Jakarta. Saya masih dalam proses adaptasi setelah vakum sebulan. Banyak, teramat banyak yang ingin saya tuliskan. Tapi bingung memulai dari mana. Kapan-kapan sajalah…